Dalam suatu perusahaan, pasti membutuhkan aktiva untuk menjalankan kegiatan operasional perusahaan. Ketika membeli sebuah aktiva, umumnya perusahaan juga akan mendapat pajak masukan ketika membeli aktiva tersebut. Pajak masukan tersebut dapat dikreditkan dengan pajak keluaran di dalam SPT PPN, yang pada akhirnya akan menghasilkan jumlah pajak yang harus dibayar oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP).
Pada umumnya, pajak masukan yang diterima atas perolehan barang dapat dikreditkan seluruhnya sepanjang memenuhi syarat pengkreditan pajak masukan. Namun untuk pengusaha tertentu, pajak masukan tidak dapat dikreditkan seluruhnya. PKP yang melakukan kegiatan usaha yang penyerahannya sebagian terutang PPN dan sebagian lainnya tidak terutang PPN, dan Pajak Masukan untuk penyerahan yang terutang pajak tidak dapat diketahui dengan pasti, jumlah Pajak Masukan yang dapat dikreditkan dihitung dengan menggunakan pedoman penghitungan Pajak Masukan yang dapat dikreditkan.
Pedoman terkait penghitungan kembali pajak masukan diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 186/PMK.03/2022 tentang Pedoman Penghitungan Pengkreditan Pajak Masukan Bagi Pengusaha Kena Pajak yang Melakukan Penyerahan yang Terutang Pajak dan Penyerahan yang Tidak Terutang Pajak (PMK 186/2022).
Contoh PKP yang melakukan Penyerahan yang Terutang dan Tidak Terutang PPN
Berikut ini merupakan contoh PKP yang melakukan penyerahan yang terutang pajak dan penyerahan yang tidak terutang pajak:
- PKP yang melakukan dan/atau memanfaatkan kegiatan usaha terpadu (integrated). Misalnya PKP yang menghasilkan jagung yang merupakan Barang Kena Pajak (BKP) Tertentu yang bersifat strategis dan mendapat pembebasan PPN, dan juga memproduksi minyak jagung yang penyerahannya terutang PPN.
- PKP yang melakukan usaha jasa yang atas penyerahannya terutang dan tidak terutang PPN.
Misalnya PKP yang bergerak di bidang perhotelan, di samping melakukan usaha jasa di bidang perhotelan, juga melakukan penyerahan jasa persewaan ruangan untuk tempat usaha. - PKP yang melakukan penyerahan barang dan jasa yang atas penyerahannya terutang dan yang tidak terutang PPN. Misalnya PKP yang kegiatan usahanya menyediakan jasa hiburan rekreasi wahana air juga melakukan penjualan suvenir.
- PKP yang menghasilkan BKP yang terutang PPN, BKP yang Pajak Masukannya tidak dapat dikreditkan, atau BKP yang dibebaskan dari pemungutan PPN. Misalnya, pengusaha yang memiliki kegiatan usaha penjualan kopi bubuk (terutang PPN), biji kopi sangrai (terutang PPN Besaran Tertentu atas barang hasil pertanian), dan bibit kopi (BKP strategis yang dibebaskan dari PPN).
Penghitungan Kembali Pajak Masukan
Untuk PKP yang melakukan penyerahan yang terutang pajak dan penyerahan yang tidak terutang pajak sebagaimana tersebut di atas, terdapat tiga tahap yang perlu dilakukan untuk menentukan jumlah Pajak Masukan yang dapat dikreditkan.
Pertama, menghitung jumlah Pajak Masukan yang dapat dikreditkan berdasarkan perkiraan. Perkiraan Pajak Masukan tersebut dilaporkan dalam SPT Masa PPN.
Kedua, menghitung kembali jumlah Pajak Masukan yang dapat dikreditkan berdasarkan realisasi penyerahan dengan pedoman pengkreditan Pajak Masukan.
Ketiga, melakukan penyesuaian atas jumlah Pajak Masukan yang telah dikreditkan berdasarkan hasil penghitungan kembali jumlah Pajak Masukan yang dapat dikreditkan.
Penghitungan Pajak Masukan Berdasarkan Perkiraan
Perkiraan jumlah pajak masukan yang dapat dikreditkan dilakukan dengan cara mengalikan jumlah Pajak Masukan atas perolehan BKP/JKP dengan persentase sebanding dengan perkiraan penyerahan yang terutang PPN dengan Pajak Masukan yang berkenaan dengan penyerahannya dapat dikreditkan terhadap perkiraan penyerahan seluruhnya. Rumus yang digunakan yaitu
P = PM x Z
P merupakan jumlah Pajak Masukan yang dapat dikreditkan berdasarkan perkiraan, PM merupakan jumlah Pajak Masukan atas perolehan BKP/JKP, dan Z merupakan persentase perkiraan perbandingan penyerahan yang terutang PPN dan Pajak Masukannya dapat dikreditkan terhadap perkiraan penyerahan seluruhnya.
Penghitungan Kembali Pajak Masukan Berdasarkan Realisasi
PKP selanjutnya melakukan penghitungan jumlah Pajak Masukan berdasarkan realisasi penyerahan. Pajak Masukan yang dapat dikreditkan juga dihitung sesuai dengan alokasi. Jumlah alokasi ditentukan berdasarkan masa manfaat BKP dan/atau JKP. Masa manfaat yang digunakan yaitu:
- 1 tahun untuk BKP/JKP yang masa manfaatnya tidak lebih dari 1 tahun;
- 4 tahun untuk BKP/JKP selain tanah dan/atau bangunan atau JKP yang masa manfaatnya lebih dari 1 tahun; dan
- 10 tahun untuk BKP berupa tanah dan bangunan.
Pedoman di atas diformulasikan dengan rumus sebagai berikut:
P’ = PM/T x Z’
P’ adalah Pajak Masukan yang dapat dikreditkan berdasarkan realisasi penyerahan pada suatu tahun pajak. PM merupakan pajak masukan atas perolehan BKP dan/atau JKP. T merupakan masa manfaat yang telah disebutkan di atas. Z’ merupakan persentase realisasi penyerahan terutang PPN dan Pajak Masukannya dapat dikreditkan terhadap realisasi penyerahan seluruhnya dalam setiap tahun pajak.
Penyesuaian Jumlah Pajak Masukan
Selanjutnya, PKP melakukan penyesuaian jumlah pajak masukan yang telah dikreditkan. Penyesuaian dilakukan dengan cara menghitung selisih antara jumlah Pajak Masukan yang dapat dikreditkan berdasarkan realisasi penyerahan dengan alokasi Pajak Masukan yang dapat dikreditkan berdasarkan perkiraan. Formula yang digunakan adalah:
∆P = P’ – P/T
∆P merupakan besarnya penyesuaian jumlah Pajak Masukan yang dapat dikreditkan. P’ merupakan jumlah Pajak Masukan yang dapat dikreditkan berdasarkan realisasi pada suatu tahun pajak. P merupakan jumlah Pajak Masukan yang dapat dikreditkan berdasarkan perkiraan. T merupakan masa manfaat BKP/JKP.
Penyesuaian jumlah Pajak Masukan yang dapat dikreditkan diperhitungkan paling lama paling lambat masa pajak ketiga dalam tahun-tahun pajak dilakukannya penghitungan kembali.
Contoh Penghitungan Kembali Pajak Masukan
PT ABC merupakan PKP yang melakukan kegiatan usaha berupa penjualan suku cadang mobil dan mobil bekas. Penjualan suku cadang mobil terutang PPN dan Pajak Masukannya dapat dikreditkan, sedangkan penjualan mobil bekas menggunakan PPN Besaran tertentu dan Pajak Masukan yang berkenaan dengan penyerahannya tidak dapat dikreditkan.
Pada bulan November 2023, PT ABC menyewa gudang untuk menyimpan suku cadang mobil dan mobil bekas dengan nilai sewa sebesar Rp300.000.000 untuk masa sewa 3 bulan, dan membayar PPN sebesar Rp33.000.000. Sesuai dengan pedoman PMK 186/2022, untuk keperluan penghitungan pengkreditan Pajak Masukan, masa manfaat jasa sewa tersebut ditentukan selama 1 tahun.
Saat masa sewa, PT ABC belum dapat menentukan jumlah penjualan suku cadang mobil dan mobil bekas. PT ABC melakukan pengkreditan Pajak Masukan atas jasa sewa gudang tersebut dengan pedoman pada PMK 186/2022.
PT ABC memperkitakan penyerahan suku cadang mobil adalah 70% dari total penyerahan. Jumlah Pajak Masukan yang dikreditkan berdasarkan perkiraan adalah sebagai berikut:
P = PM x Z
P = Rp33.000.000 x 80% = Rp26.400.000
Berdasarkan penghitungan di atas, PT ABC mengkreditkan Pajak Masukan sebesar Rp26.400.000 pada SPT Masa PPN Masa November 2023 dengan mengisikan nilai Rp33.000.000 pada Formulir 1111 B2, dan Rp6.600.000 sebagai pengurang Pajak Masukan pada Formulir 1111 AB Bagian III huruf B angka 3.
PT ABC harus menghitung kembali jumlah Pajak Masukan yang dapat dikreditkan atas jasa sewa gudang berdasarkan realisasi penyerahan selama tahun pajak 2023 paling lambat pada Masa Pajak Maret 2024.
Diketahui bahwa realisasi penjualan suku cadang mobil dan mobil bekas selama tahun pajak 2023 masing-masing Rp30.000.000.000 dan Rp20.000.000.000. Dari jumlah realisasi tersebut, PT ABC harus menghitung kembali jumlah Pajak Masukan yang dapat dikreditkan, dengan cara sebagai berikut:
P’ = PM/T x Z’
P’ = Rp33.000.000/1 x Rp30.000.000.000/Rp50.000.000.000
P’ = Rp33.000.000 x 60%
P’ = Rp19.800.000
Selanjutnya, PT ABC melakukan penyesuaian atas Pajak Masukan yang dikreditkan berdasarkan hasil penghitungan kembali, dengan penghitungan sebagai berikut:
∆P = P’ – P/T
∆P = Rp19.800.000 – Rp26.400.000/1
∆P = Rp19.800.000 – Rp26.400.000
∆P = (Rp6.600.000)
Karena nilai ∆P negatif, PT ABC harus memperhitungkannya sebagai pengurang Pajak Masukan pada SPT Masa PPN, paling lambat masa pajak Maret 2024. Jumlah tersebut diisi pada Formulir 1111 AB Bagian III huruf B angka 3.